Pura Ulun Danu Bratan

Minggu, 25 Januari 2015

Tiga Kebiasaan Unik Orang Bali

Bali, sebuah pulau kecil di wilayah kepulauan Nusantara memiliki berbagai hal unik terutama yang terkait dengan tradisi dan kebudayaannya. Tradisi dan budaya pulau Dewata ini merupakan aspek yang menarik untuk dipelajari dan dipahami. Hal ini yang mungkin menjadi daya tarik tersendiri yang mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai negara untuk menghabiskan masa liburannya. Daya tarik seni budaya yang dibalut dalam kekuatan magis pulau Bali menjadikan beberapa orang dari luar negeri tinggal menetap di pulau kecil ini dan.

Mungkin mereka merasa nyaman dan damai tinggal di pulau Bali. Selain untuk mempelajari seni dan budaya masyarakat Bali, beberapa orang dari luar daerah juga datang ke pulau ini untuk melihat kebiasaan hidup masyarakat Bali yang didasari atas kepercayaan agama Hindunya. Setiap wilayah desa di pulau Bali ternyata memiliki kebiasaan-kebiasaan yang sedikit agak berbeda satu dengan lainnya, hal ini mungkin disebabkan prinsip pelaksanaan agama dan kebudayaannya yang disesuaikan dengan Desa, Kala, Patra (tempat, waktu, dan keadaan). Ada tiga kebiasaan unik yang secara umum berlaku dalam kehidupan masyarakat Bali, yaitu :
1. Ngejot atau Mesaiban
ngejot yadnya sesa menghaturkan nasi Bali
Ngejot/mesaiban atau dalam bahasa Sansekerta dikenal dengan istilah Yadnya Sesa merupakan kegiatan ritual sehari-hari masyarakat Bali sebelum menyantap makanan yang telah dimasak. Ngejot biasanya dilakukan pada pagi hari ketika kegiatan masak telah selesai dilakukan. Ngejot artinya menghaturkan makanan dalam porsi sangat kecil kepada para Dewa Dewi yang diletakkan di sanggah (pura). Apa yang dimasak hari itu, itulah yang dihaturkan, kadang kala adapula sebagian orang Bali yang  menghaturkan cukup dengan nasi putih dan saur(kelapa yang sudah diparut dicampur bahan pewarna kuning umumnya dari Kunyit yang sudah di goreng).  Dalam ritual ngejot/mesaiban, hal yang pertama dipersiapkan adalah potongan-potongan daun pisang (atau juga kertas) yang berukuran sekitar 5 x 5 cm. Di atas potongan-potongan daun tersebut diisi beberapa biji nasi dan sayuran yang dimasak pada hari itu. Kemudian sajian itu diletakkan / dihaturkan di sanggah-sanggah (pura) yang bertujuan sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada para Dewa – Dewi (Tuhan) sekaligus permohonan maaf dan meminta agar makanan yang akan disantap oleh anggota keluarga dibebaskan dari dosa. Kenapa makanan itu mengandung dosa? Karena saat kita memasak, mungkin ada semut, hewan kecil atau bakteri yang mati ketika kita memasak makanan tersebut. Inilah yang harus disucikan, dan berharap agar roh-roh mereka bisa berinkarnasi kembali menjadi mahluk yang lebih tinggi derajatnya.  Selain dipersembahkan kepada Tuhan (melalui para Dewa – Dewi), ngejot juga dihaturkan kepada para leluhur yang telah meninggal. Hal ini bertujuan agar kita selalu mendapat restu dari para leluhur. Ada juga beberapa orang Bali yang ngejot pada tempat-tempat keramat yang dipercaya sebagai tempat tinggal mahkluk halus (jin,dedemit, setan, buta khala, dan sejenisnya). Apakah mereka makan nasi? Tidak!!! Ngejot itu bagi para mahluk gaib adalah simbol jalinan penghormatan dan persahabatan dari manusia dengan tujuan agar mereka tidak mengganggu kehidupan manusia, sehingga akan tercipta suasana yang damai dan harmonis. Lalu mengapa manusia harus menghormati mereka? Bukankah mereka mahluk yang dibenci Tuhan dan dianggap sebagai musuh Tuhan? Tuhan tidak pernah memben'ci ciptaan-Nya, dan Tuhan Yang Maha Sakti tidak pernah mempunyai musuh. Menurut penuturan tetua-tetua Bali yang bisa memasuki alam mereka, mereka juga memuja Tuhan dengan cara mereka sendiri. Mungkin habungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan juga kepada alam inilah sebagai salah satu penyebab di pulau Bali penuh kedamaian dan keharmonisan.  
2. Kebiasaan Ketika Bertamu
orang bali bertamu
Ketika kita bertamu ke rumah orang lain, tentu kita akan disuguhkan dengan berbagai hidangan, salah satunya adalah minuman. Kebiasaan orang Bali (terutama masyarakat pedesaan) ketika mendapat suguhan minuman (kopi, teh, es) saat bertamu adalah menjatuhkan beberapa tetes minuman ke tanah (ibu pertiwi). Tujuannya adalah selain sebagai bentuk penghormatan kepada Ibu Pertiwi, juga sebagai cara untuk menghindari serangan ilmu hitam (cetik) yang mungkin dikirimkan oleh orang-orang yang merasa iri dengan kita atau orang-orang yang merasa tidak senang dengan si Tuan Rumah. Kata beberapa tetua, itulah salah satu cara yang ampuh menghindari ilmu hitam berupa cetik yang bisa dikirimkan oleh seseorang melalui perantara minuman ato makanan.
3. Ngumpinin
 nginangNgumpinin berasal dari kata Kumpi yang artinya Cicit. Ngumpinin adalah kebiasaan orang tua Bali yang sudah menjadi cicit. Apa yang dilakukan? Ketika ada seorang bayi lahir dari kerabatnya, maka Si Kakek atau Nenek yang secara hirarki telah menjadi cicit harus memberikan sejumlah uang untuk diberikan kepada bayi tersebut. Dan menorehkan inang sirih di kening si bayi. Tujuannya adalah agar ketika Si Kakek / Nenek men'inggal nanti akan mendapat jalan yang terang (tidak tersesat) menuju ke alam Baka. Doa yang diucapkan oleh cicit – cicit akan menjadi penuntun jalan bagi si kakek / nenek di alam kema'tian. Namun, sayangnya kebiasaan ini nampaknya mulai memudar. Hal ini mungkin disebabkan karena banyak orang di zaman sekarang yang umurnya tidak mencapai ratusan (artinya belum punya cicit sudah men'inggal) dan sudah tidak ada lagi kebiasaan makan inang / sirih dalam generasi sekarang karena sudah digantikan dengan pasta gigi.    
 
disadur dari blog seorang teman  yg gemar menulis dan membaca.... om pt Surya,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar